Selasa, 28 Juli 2009

Dikepung Aliran Kalilusi,Makam Tumenggung Wiroduta

Dusun Kalilusi yang masuk wilayah Desa Pecekelan Kecamatan Sapuran memiliki kaitan erat dengan sejarah Kabupaten Wonosobo. Pacekelan sendiri terdiri dari Dusun Kalilusi, Gedangan, Kliwonan, Silentho dan Panto. Dusun yang disebut terakhir merupakan pusat Desa Pecekelan.

Nama Pecekelan berasal dari bahasa Jawa, ‘cikal’ atau bibit. Pecekelan bermakna cikal bakal. Konon dari desa inilah awal mulanya berdiri Kabupaten Wonosobo. Zaman dulu, desa ini menjadi pusat pemerintahan yang dipimpin Tumenggung Wiraduta. Tepatnya di Dusun Kalilusi

.

Kalilusi sendiri artinya kalis ing sambikolo atau terhindar dari marabahaya. Dusun ini dikepung aliran kali. Uniknya aliran ini tidak terputus tetapi menyambung. Sebuah tempat yang sangat representatif untuk bersembunyi para gerilya dalam masa Perang Diponegoro. Memang pada saat itulah awal mula Dusun Kalilusi dibuka menjadi sebuah perkampungan dan berkembang seperti sekarang

.

Tokoh yang paling berperan adalah Kyai Wiraduta. Bersama 2 wira lainnya yakni Kyai Wirabumi dan Wiradhaha membuka rimba raya yang angker menjadi sebuah perkampungan penduduk.

“Wiraduta merupakan keturuan Prabu Brawijaya 5 Majapahit. Beliau masih berhubungan darah dengan Setjonegoro dan Selomanik. Bahkan sampai sekarang ketiga trah tersebut masih berhubungan. Pada malam Jumat Legi berkumpul di makam Kyai Wiraduta,”cerita juru kunci makam Tumenggung Wiraduta, Suyatno ketika ditemui Radar Semarang di rumahnya beberapa waktu lalu.

Tumenggung Wiraduta bersama saudara dan kawan-kawannya lari ke wilayah Wonosobo setelah dikejar-kejar pasukan Belanda. Dalam perang gerilya tersebut, Wonosobo dipilih menjadi tempat persembunyian karena berhutan belantara lebat yang sulit terjangkau. Bersama pasukannya, Pangeran Diponegoro sempat melewati Desa Pecekelan. Sedangkan Widuta bersama Wirabumi dan Wiradhaha membuka hutan belantara tersebut menjadi perkampungan. Wilayah tersebut lantas menjadi pusat pemerintahan yang dipimpin oleh Tumennggung Wiraduta. Pusat kekuasaan tersebut kemudian dipindah ke Ledok yang sekarang bernama Desa Plobangan Kecamatan Selomerto.

Makam Tumenggung Wiraduta menurut Suyatno ramai dikunjungi para peziarah. Mereka berasal dari Jogjakarta, Jakarta, Semarang, Bandung dan kota-kota lain. Makam Wiraduta merupkan kompleks tersendiri tidak bercampur dengan makam penduduk setempat.

Di dalam cungkup yang terbuat dari papan kayu terbaring jazad Tumenggung Wiraduta, istrinya dan sang ibu. Makam masih alami, ditandai dengan batu nisan dengan tanah yang rata. Sedangkan di luar adalah makam Kyai Blendang, Kyai Dalem, dan Kyai Diebeng juga ada Den Bagus Gendor. Komplek makam di dekat SMK Sapuran tidak terlalu jauh dari Jalan Raya Sapuran.

Diterangkan Suyatno, Kalilusi adalah desa yang aman tentram sejak dulu hingga sekarang. “Karena dusun ini dilindungi. Tidak ada orang yang berani berniat jahat di sini. Zaman dulu kalau ada orang jahat, kesaktiannya hilang begitu melewati Kalilusi. Sekarang pun kepercayaan itu masih berlaku,”tuturnya.

Diceritakan Suyatno, pernah ada orang mencuri burung dara di dusunnya. Begitu pulang, sampai di jalan tewas akibat kecelakaan. Kalilusi, lanjutnya, semacam garis yang melindungi dusun dari orang-orang jahat. Sebaliknya, bila ada orang hendak menuntut ilmu atau berniat baik, saat melewati kali tersebut, justru akan selamat dan terkabul apa yang diinginkan.

Ditambahkan Suyatno, ada kepercayaan masyarakat bila suatu saat nanti, pusat pemerintahan Wonosobo akan kembali ke Kalilusi seperti dahulu kala. Namun, waktunya tak dapat diprediksikan kapan bakal terjadi.

Makam Tumenggung Wiraduta salah satu makam yang masih alami. Dan konon dianggap keramat oleh warga setempat. Hal itu dibuktikan dengan adanya hal-hal gaib yang ditemui oleh para peziarah. Ada pantangan tertentu bagi para peziarah. Dijelaskan Suyatno, untuk kaum perempuan bila ingin berkunjung ke makam harus suci alias tidak sedang menstruasi.

“Peziarah putri mengenakan jarik atau kain. Kalau mengenakan celana panjang, di luar dilapisi kain jarik atau sarung. Sedangkan pria dilarang mengenakan pantalon tapi baju biasa. Sandal juga harus dilepas,”paparnya.

Dia mewanti-wanti agar pantangan tidak dilanggar. Sebab, dampaknya langsung pada peziarah sendiri. Kata Suyatno, pernah ada seorang peziarah yang tidak sopan, begitu sampai di rumah matanya tak dapat melihat. Makanya dia meminta pada peziarah untuk benar-benar mematuhi ketentuan.

Salah seorang siswi SMK saat duduk-duduk dekat makam, cerita Suyatno mendadak jatuh pingsan. Guru setempat panik, kemudian memanggil dirinya. Setelah siuman, gadis itu mengaku sedang menstruasi. Peziarah selalu diantarkan oleh juru kunci.

Tidak sedikit pengunjung yang cita-citanya terkabul setelah berdoa di makam. “Ada yang diminta mengambil benda-benda tertentu di makam. Misalnya keris, atau benda lain. Itu perlambang dari Tumenggung Wiraduta,”tandasnya.

Keangkeran makam tersebut juga dirasakan oleh salah seorang peziarah asal Desa Dieng, Akhmad. Dia mengaku baru pertama kali berkunjung ke makam tersebut. Begitu memasuki makam, merasakan nuansa yang aneh.

“Saya sudah beberapa kali berkunjung ke makam-makam kuna. Tapi baru kali ini merasakan sesuatu yang berbeda. Bulu kuduk merinding. Ketika berdoa di makam, muncul perasaan haru yang teramat sangat. Sunyi dan rasanya tintrim,”akunya ketika ditemui usai berziarah bersama kawannya, Zaenal.

Dia juga merasakan hal yang sama. Diungkapkan Zaenal, entah mengapa tiba-tiba ada tarik menarik antara dirinya dan penunggu makam. Dia mengaku memiliki ‘pegangan’ yang berada di tangannya. Mendadak tangannya seperti ditarik kuat-kuat. Sampai dia harus mengeluarkan energi ekstra.

“Harus sopan dan hati-hati saat berziarah. Jangan main-main dan meremehkan. Akibatnya tidak baik,”cetusnya sembari menghela nafas. Tampak wajahnya pucat dan tubuhnya lemas.

Makam tersebut dari kejauhan tampak rimbun. Pohon beringin besar dan tanaman perdu hias melindungi komplek makam. Tampak lengang dan sunyi. (oleh: lis Jawa Pos)

1 Comentário:

Unknown mengatakan...

Siap grak saya pernah berziarah kemakom ini bersama teman dr jakarta .makomnya alamiah asli

Posting Komentar

Jatiningjati: different taste more idealism © 2008 Template by Dicas Blogger.

TOPO